Kamis, 29 Oktober 2015

PEDOMAN MEMBUAT KARYA TULIS BAGI SISWA

PEDOMAN MEMBUAT KARYA TULIS BAGI SISWA 

... A. PENDAHULUAN


Karya tulis pada hakikatnya merupakan organisasi ide atau pesan secara tertulis. Jika kata itu dikaitkan dengan kata ilmiah, maka hasil organisasi ide atau pesan itu disebut tulisan ilmiah. Tulisan ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Pada umumnya karya tulis yang dibuat oleh siswa berdasarkan hasil pengamatan, peninjauan di lapangan termasuk kedalam kategori hasil berpikir induktif. Dalam berpikir induktif, kesimpulan ditarik atas dasar data empiris setelah sebelumnya dilakukan verifikasi data.

Karya tulis yang dibuat atas dasar berpikir induktif, salah satunya dapat dilakukan melalui pendeskripsian gejala atau peristiwa berdasarkan pengamatan dan peninjauan lapangan. Misalnya, siswa datang ke sebuah perusahaan untuk meninjau, mengamati proses produksi atau sistem organisasinya, kemudian hasil-hasilnya dilaporkan/ ditulis. Apa yang ditulis oleh siswa adalah fakta, gejala atau kejadian di lapangan, kemudian diberi komentar dan pembahasan berdasarkan teori-teori yang berkenaan dengan produksi atau sistem organisasi. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan apa yang diamati di lapangan dengan apa yang seharusnya menurut teori sehingga siswa dapat menarik kesimpulan, setidaknya menilai bagaimana kondisi perusahaan itu dalam hal produksi atau sistem organisasinya.

Dengan demikian, karya tulis yang dibuat oleh siswa atas dasar berpikir induktif diawali dengan pengamatan empiris dan hasilnya dibandingkan dengan teori-teori yang relevan dengan masalah, kemudian disimpulkan. Karya tulis seperti ini hanya memaparkan hasil pengamatan, dan tidak dituntut mengajukan dan menguji hipotesis. Sebab, yang diutamakan adalah memaparkan atau mendeskripsikan apa yang terjadi di lapangan, namun isi laporan harus sistematis.

B. LANGKAH-LANGKAH PENULISAN

Penyusunan karya tulis berdasarkan hasil berpikir induktif biasanya menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menetapkan tema pokok dan pertanyaan-pertanyaan yang ingin dicari jawabannya;
2 Mengadakan verifikasi data, gejala proses di lapangan. Artinya siswa turun ke lapangan untuk mempelajari data, gejala, atau berlangsungnya suatu proses misalnya proses produksi atau sistem organisasi suatu perusahaan. Cara yang dilakukan bisa melalui pengamatan, wawancara/ interviu, studi dokumentasi dan sebagainya, kemudian hasilnya dicatat sebagaimana adanya;
3. Menganalisis data, setidaknya mempelajari hasil pengamatan tersebut dan menghubungkannya dengan landasan teori yang berkenaan dengan tema atau masalah yang diamati. Kaitkan hasil pengamatan dengan rumusan masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang telah ditetapkan pada langkah pertama;
4. Membuat outline isi karya tulis (lihat sistematika penulisan);
5. Menyusun atau menulis karya tulis tersebut dengan bahan yang telah diperoleh dari pengamatan di lapangan dan bahan-bahan teoritis sebagai pembanding. Dalam menyusun atau menulis bahan tersebut, perhatikan beberapa petunjuk yang terdapat pada uraian isi dan sistematika.

C. TEKNIK PENULISAN

1. Ketentuan Umum 
a.Bahasa Penulisan dilaksanakan dalam bahasa Indonesia dan berpedoman pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1996 dan 1997)
b. Ukuran dan macam kertas
1) Jenis kertas yang dipakai adalah HVS A4 (21 x 29,7 cm);
2) Warna kertas putih;
c. Pengetikan
1) Hanya pita dan tinta hitam yang diperkenankan untuk dipakai;
2) Semua materi dalam tulisan harus ditik;
3) Simbol dan huruf-huruf khusus yang tidak terdapat pada mesin tik/ komputer dapat digambarkan dengan tangan dan menggunakan tinta cina;
4) Pencoretan dan penghitaman bagian yang salah tidak diperkenankan;
5) Penggandaan dapat dilakukan dengan karbon copi atau foto copi dengan kertas dan tinta yang berkualitas tinggi, sheet stensil atau dicetak.
d. Margin
1) Batas bawah, atas dan samping kanan berjarak 3 cm dari pinggir kertas; samping kiri 4 cm dari pinggir kertas; samping kanan tidak harus ditik rata mengikuti batas margin;
2) Semua tabel dan gambar harus berada dalam margin;
3) Sub judul pada halaman bagian bawah harus diikuti dengan dua baris penuh dibawahnya. Jika tempat tidak memungkinkan, sub judul harus dimulai pada halaman berikutnya;
4) Kata terakhir pada suatu halaman tidak boleh dipisahkan ke halaman berikutnya, tetapi seluruh kata harus ditik pada halaman berikutnya;
5) Alinea baru dapat dimulai dengan indentasi atau perbedaan spasi.
e. Spasi
1) Spasi ganda harus dipakai untuk keseluruhan secara umum;
2) Spasi tunggal untuk tabel, kutipan yang lebih dari lima baris, dan untuk setiap nomor bibliografi (pustaka).
f. Penomoran halaman 
1) Nomor halaman ditik tanpa tanda petik ataupun garis kecil dan ditempatkan disamping kanan, 1,5 spasi di atas batas margin atau 3cm dari pinggir kanan kertas;
3) Pada halaman yang memuat judul utama (Bab), nomor halaman boleh tidak dicantumkan tetapi dihitung atau ditik 1,5 spasi di bawah batas margin bawah sejarak 3 cm dari pinggir kanan kertas;
4) Semua halaman dinomori, kecuali halaman pertama yang kosong. Halaman judul, halaman muka dan halaman pertama suatu bab, halaman pada tubuh laporan, daftar pustaka dan lampiran diberi nomor Arab, dimulai dengan 1;
g. Tabel dan gambar
1) Kata tabel menyatakan data yang sudah ditabulasikan dan digunakan dalam karya tulis, baik dalam tubuh tulisan maupun dalam lampiran;
2) Kata gambar menunjukkan semua materi non verbal yang digunakan dalam tubuh tulisan dan lampiran seperti peta, grafik, foto, gambar, diagram dll.;
3) Untuk membuat tabel dan gambar digunakan mesin tik/komputer dan tinta cina, dapat digunakan untuk judul, nomor, dan tanda-tanda;
4) Tabel dan gambar hendaknya menggunakan kertas yang sama dengan seluruh tulisan;
5) Tabel dan gambar harus berada dalam margin yang sudah ditetapkan;
6) Tabel dan gambar yang ukurannya kurang atau sama dengan setengah halaman dapat diletakkan diantara uraian laporan; dipisahkan dari kalimat sebelah atas dan bawah dengan satu tripel spasi. Bila tebal atau gambar lebih besar dari setengah halaman harus diletakkan pada halaman tersendiri;
7) Dua atau tiga tabel, gambar yang kecil dapat diletakkan pada satu halaman dengan pemisahan sesuai aturan;
8) Tabel atau gambar yang lebar dapat ditik atau diletakkan pada sejajar panjang. Judul tabel harus ditik sesuai dengan batas penjilidan;
9) Tabel atau gambar harus diletakkan sedekat mungkin dengan uraian 
dalam tulisan;
10) Nomor dan judul tabel harus diletakkan dua spasi di bawah batas tabel; 
1 l) Nomor dan judul gambar harus diletakkan dua spasi di bawah batas gambar bawah;
12) Posisi tabel, gambar sejajar lebar atau sejajar panjang tidak mempengaruhi cara penomoran halaman;
13) Tabel dan gambar dinomori dengan seri yang berbeda. Setiap seri diberi nomor unit dengan angka Arab;
14) Bila suatu tabel harus diteruskan ke halaman lain, dibatas atas ditik tabel 4 (lanjutan);
15) Judul tabel/gambar harus ditik mulai dari batas kiri;
16) Judul tabel tidak terpisah dengan tubuh tabel;

2. Sistematika Penulisan

Pada umumnya dalam sebuah organisasi penyajian karya tulis terdiri dari tiga bagian utama, yakni bagian permulaan, bagian tubuh, dan bagian penutup.

BAGIAN PERMULAAN, terdiri dari:
• Kulit Laporan (Teladan 1)
• Halaman persetujuan (Teladan 2)
• Halaman pengesahan (Teladan 3)
• Halaman motto (Jika ada)
• Kata Pengantar
• Datar Isi
• Daftar Tabel (Jika ada)
• Daftar Gambar (Jika ada)
• Daftar Lampiran (Jika ada)
• Intisari Laporan

BAGIAN TUBUH ATAU ISI, terdiri dari beberapa bab dan setiap bab terdiri dari beberapa butir pembahasan: 
BAB I PENDAHULUAN, berisi:
A. Latar Belakang
B. Permasalahan
C. Tujuan dan Kegunaan
D. Metodologi
E. Sistematika Pembahasan

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi:
A. Deskripsi Teori 
B. Hasil Pengamatan 
C. Pembahasan

BAB III SIMPULAN DAN SARAN, berisi: 
A Simpulan 
B. Saran

BAGIAN PENUTUP, terdiri dari: 
A. DaftarPustaka 
B. Lampiran-Lampiran

KETERANGAN:

Latar Belakang: 
Dalam bagian ini dikemukakan fenomena, keadaan, informasi atau peristiwa yang melatar belakangi masalah. Jadi, isi latar belakang masalah antara lain:
• Menguraikan konsep atau keadaan yang seharusnya
• Menguraikan kenyataan yang terjadi
• Menguraikan solusi dan alasan pentingnya.

Permasalahan: 
Dalam bagian ini penulis memaparkan terlebih dahulu masalah pokok yang akan dibahas. Dari masalah pokok kemudian dirumuskan beberapa masalah yang lebih operasional dalam bentuk sub-sub masalah. Nyatakan permasalahan tersebut dalam kalimat pertanyaan yang jelas, spesifik dan logis;

Tujuan dan Kegunaan: 
Pada bagian ini penulis dapat menyajikan perumusan tujuan secara umum dan khusus. Tujuan umum mengacu pada masalah pokok, sedangkan tujuan khusus mengacu pada sub-sub masalah. Tujuan dirumuskan dalam bentuk kalimat pernyataan mengenai makna yang terkandung dalam permasalahan. Setelah itu berikan penjelasan manfaatnya, yaitu menjelaskan nilai guna hasil-hasil yang diperoleh dari pembahasan permasalahan tersebut, baik secara teoritis maupun praktis;

Metodologi: 
Dalam bagian ini dikemukakan tempat dan waktu penelitian; subyek penelitian, yaitu orang atau benda yang akan dijadikan sample dan sasaran penelitian; data dan sumber data; alat dan bahan penelitian; cara pengumpulan data (wawancara, observasi, dokumentasi, dll) Selanjutnya kemukakan pula cara penyajian dan cara analisis data yang digunakan, misalnya analitik kualitatif deskriptif, analitik kuantitatif deskriptif, dan sebagainya.

Sistematika Pembahasan: 
Pada bagian ini penulis memberikan gambaran secara sistematis dan logis tentang pokok bahasan yang akan disajikan dalam karya tulis.

Deskripsi Teori: 
Di sini penulis memaparkan atau menjelaskan konsep atau teori yang berkaitan dengan permasalahan

Hasil dan Pembahasan: 
Pada bagian ini penulis menyajikan hasil pengamatan empiris atau pengamatan lapangan sesuai dengan permasalahan yang sudah ditetapkan. Kemudian, hasil pengamatan empiris tersebut dibahas atau dianalisis. Pembahasannya bisa dilakukan melalui tinjauan teoritis sebagai bahan perbandingan untuk memperjelas hasil pengamatan.

Simpulan: 
Isinya adalah menyimpulkan hasil pembahasan dalam hubungannya dengan permasalahan atas dasar hasil pengamatan tadi, dan menilainya dari sudut teoritis keilmuan yang relevan dengan tema atau judul. Apabila simpulan lebih dari satu halaman, maka penulisannya menggunakan point-point, namun jika hanya satu halaman atau kurang, penulisannya menggunakan alinea. Penulisan diawali dengan simpulan secara umum, kemudian yang lebih khusus.

Saran-saran: 
Penulis mengajukan pendapatnya tentang hasil pengamatannya di lapangan atau menilai kelemahan-kelemahan gejala, peristiwa atau proses yang terjadi di lapangan beserta upaya memperbaikinya. 

3. Pengorganisasian Tulisan

Karya tulis biasanya disusun berdasarkan suatu tata urutan yang baik. Tata urutan yang baik inilah yang dinamakan organisasi tulisan. Ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca dalam memahami apa yang ditulis. Dalam penulisan ilmiah dikenal dua bentuk organisasi tulisan, yaitu bentuk angka huruf dan bentuk kesatuan desimal.

a. Bentuk Angka Huruf
Pada bentuk angka huruf, judul bab bernomor angka Romawi, sedangkan sub bab berhuruf kapital. Bagian lebih kecil lagi (sub-sub bab) berangka Arab, perincian lebih kecil lagi diberi tanda huruf kecil. Jika bagian itu masih memiliki bagian yang lebih penting lagi, maka digunakan angka berkurung tutup dan selanjutnya huruf kecil berkurung tutup. Demikian seterusnya.
Contoh:
BAB I ....................................................................................
A. ...............................................................................
1 ...........................................................................
2. .........................................................................
a. ...................................................................
b. ...................................................................
1) ................................................................
2) ................................................................
a) ...........................................................
b) ...........................................................
(1) .....................................................
(2) .....................................................
(a) ................................................
(b) ................................................
B .................................................................................
1................ ............................................................
2. ...........................................................................
3. dan seterusnya

b. Bentuk Kesatuan Desimal
Pada bentuk kesatuan desimal ini semua perincian bab menggunakan angka Arab, kecuali pada judul bab menggunakan angka Romawi.

Contoh:
BAB I .....................................................................................................
2.1 ...............................................................................................
2.1.1 ....................................................................................
2.1.1.1 ........................................................................ 
2.1.1.2 ........................................................................ 
dan seterusnya
2.2 ................................................................................................
2.2.1 .....................................................................................
2.2.1.1 .......................................................................
2.2.1.2. ........................................................................
dan seterusnya

Dari kedua cara tersebut di atas, salah satu cara yang sebaiknya dipakai adalah cara pertama, yaitu bentuk angka huruf, karena dengan tanpa mengurangi kerapian dan estetika penulisan, cara ini lebih ekonomis dalam arti dapat mendayagunakan setiap halaman karya tulis secara efisien.
4. Cara Membuat Kutipan

Kutipan adalah ambil alihan konsep atau pendapat orang lain sebagaimana tertulis dalam karya tulisnya kata demi kata. Kutipan, disamping dimaksudkan sebagai penguat atau pendukung bahasan, juga dapat berfungsi sebagai upaya penekanan arti penting dari apa yang dikemukakan oleh penulis yang mengutip itu. 

Berikut ini adalah beberapa petunjuk cara melakukan kutipan, yaitu:
a. Kutipan yang kalimatnya kurang dari lima baris, penulisannya langsung dalam barisan kalimat, tetapi dengan menggunakan tanda petik ganda ("..."). Hal ini untuk membedakan kalimat penulis dengan kalimat kutipan.
Perhatikan contoh kutipan berikut ini:
Keterampilan menulis sangat berhubungan dengan kehidupan seseorang di masyarakat. Karena eratnya hubungan peran penulis dengan kehidupan di masyarakat ini, I Gusti N. Oka (1976:53) mengatakan bahwa "masyarakat Indonesia yang akan datang sangat memerlukan tenaga kerja untuk Pembangunan yang terampil menggunakan bahasa Indonesia untuk surat menyurat, berpidato, dan karang-mengarang".

b. Kutipan yang panjangnya sama dengan atau lebih dari lima baris, penulisannya adalah sebagai berikut:
1) Kutipan ditulis atau ditik terpisah dari kalimat kita sendiri;
2) Kutipan ditik pada baris baru dengan jarak empat pukulan tik kosong dari sisi margin;
3) Kutipan ditik rapat (spasi tunggal);
4) Kutipan tidak usah menggunakan tanda petik ganda pada awal dan akhir kalimat;
5) Bila dalam kutipan panjang itu terdapat bagian yang diberi tanda petik ganda, maka dalam tulisan kita tanda petik ganda itu diganti dengan tanda petik tunggal

Contoh:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.............................................( akhir baris tulisan kita )
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
............................................... (akhir kutipan )

....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......................................................( kalimat kita sendiri )

c. Dalam mengutip jangan sampai melakukan perubahan, baik redaksi maupun 
isi dari apa yang dikutip. 

6. Cara Menyusun Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisi semua sumber kepustakaan yang dipergunakan dalam penulisan sebuah karya tulis. Sumber kepustakaan itu dapat berupa buku, majalah, surat kabar, jurnal kertas kerja, ensiklopedi, dan bahan penerbitan lain sebagai referensi yang berkaitan dengan tulisan yang sedang dikerjakan.

Penulisan daftar pustaka hendaknya memenuhi kaidah atau aturan yang lazim dalam penulisan ilmiah. Penulisannya disusun secara alfabetis, dari A sampai Z dengan petikan huruf pertama dari nama keluarga penulisnya.

Secara keseluruhan penulisan daftar pustaka itu adalah sebagai berikut: 
a.Nama pengarang dengan mencantumkan nama akhir (marga) dan tanpa menggunakan gelar atau derajat kesarjanaannya. Penulisan nama apabila lebih dari satu pola (kata) penulisannya harus dibalik dengan disertai penggunaan tanda koma dan diakhiri dengan tanda titik;.
b.Setelah nama pengarang tercantum, maka dituliskan tahun penerbitan buku tersebut dan diberi tanda titik.
c.Setelah penulisan tahun penerbitan, dicantumkan nama buku tersebut dengan disertai garis bawah atau dicetak miring, kemudian diberi tanda titik.
d.Setelah nama buku tercantum, maka dituliskan nama kota penerbitan buku atau majalah tersebut diterbitkan dan disertai dengan tanda titik dua (:).
e.Pada bagian akhir, setelah dicantumkan kota penerbitan dicantumkan penerbit mana yang menerbitkan buku atau majalah tersebut dan diakhiri dengan tanda titik.

Contoh:
Ali, Lukman. 2000. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa 
Diknas.

Depdikbud. 1996. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Soemanto, Wasty. 1994. Pedoman Teknik Penulisan Skripsi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sujiman, Panuti dan Dendy S. 2000. Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Pengajar Bahasa Indonesia. 

D. DAFTAR BACAAN

Ali, Lukman. 2000. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Diknas.

Ariyani. Farida (Dosen Tetap FK1P Unila). 2003. Ragam Tulis Karya Ilmiah. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Karya Ilmiah Bagi Guru-guru Anggota PGR1 Kabupaten Tanggamus, 19 April 2003, di Pringsewu.

Arikunto, Suharsimi, 1989. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Depdikbud, 1996. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Depdikbud. 1997. Pedoman Umum Pembentukan Istilah Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa.

Ekosusilo, Madyo. dan Bambang Triyanto. 1991. Pedoman Penulisan Karya Tulis Semarang: Dahara Prize.

Ghazali, M .Bahri. 1991. Konsep Ilmu Menurut Al-Ghazali, Suatu Tinjauan Psikologik Pedagogik. Yogyakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.

Hadi, Sutrisno. 1988. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM.

Nasution, S dan RH. Thomas. 1980. Buku Penuntun Membuat Disertasi, Thesis, Skripsi, Report, Paper. Bandung: PT. Jemmars.

Satrohoetomo. Ali. 1975. Karangan Ilmiah, Suatu Penuntun Menulis Laporan dan Skripsi . Jakarta: .Pradnya Paramita.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1985. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Soemanto, Wasty, 1994. Pedoman Teknis Penulisan Skripsi (Karya Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, Nana. 1988. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Smar Baru.

Sudjiman, Panuti dan Dendy S. 2000. Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Pengajar Bahasa Indonesia.

Soetjipto (Pengawas Dinas Pendidikan Tingkat I). 2006. Teknik Penulisan Artikel Ilmiah. Makalah Disampaikan pada Workshop Guru Pembina LPIR SMA se-Propinsi Lampung, tanggal 16 s.d 20 Desember 2006, di Bandar Lampung.

Tambunan, Martahan. 1992. Pengenalan Penulisan Laporan Penelitian, Makalah disampaikan pada pertemuan dan diskusi ilmiah bagi pembina dan pengurus KIR se Propinsi Lampung. Bandar Lampung, 13 Nopember 1992.

Universitas Lampung. 1985. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Unila Press. 

Universitas Lampung. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Unila Press. 

Selasa, 27 Oktober 2015

Pemuda Dalam Pandangan Al-Qur’an

UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI SUMPAH PEMUDA
YANG KE - 87, MTs YPSM BARAN


Pemuda Dalam Pandangan Al-Qur’an
“Pemuda adalah harapan bangsa”, “Pemuda adalah tulang punggung sebuah bangsa”, “Pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok”. Itulah di antara jargon dan semboyan masyarakat yang seringkali terdengar ketika menyebut satu kelompok masyarakat yang dinamakan pemuda. Semboyan seperti itu agaknya bukanlah sesuatu yang berlebihan, mengingat begitu pentingnya eksistensi pemuda di tengah masyarakatnya. Bahkan, Allah swt juga memberikan pembicaraan khusus terhadap pemuda yang diabadikan dalam surat al-Kahfi [18]: 13
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى Artinya: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”
Ada hal yang menarik untuk dicermati dari ungkapan Allah swt dalam ayat di atas, dimana Allah menggunakan kata naba’ untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf). Kata naba’ secara harfiyah berarti berita. Di dalam al-Qur’an kata Naba’ biasanya dipakai untuk menyebutkan berita-berita besar yang mengejutkan dan mengandung kehebatan. Misalnya dalam surat al-Mai’dah [5]: 27, Allah swt menggunakan kata naba’ untuk menyebutkan cerita tragedi pembunuhan manusia pertama dua putera Adam; Habil dan Qabil. Peristiwa itu Allah swt sebut dengan kata naba’ karena peristiwa itu adalah peristiwa besar dan sangat mengejutkan. Betapa tidak, disaat manusia baru beberapa orang saja di bumi ini, telah terjadi pembunuhan terhadapnya.
Dalam surat asy-Syu’ara’ [26]: 69, Allah swt menggunkan kata naba’ untuk menyebutkan cerita Ibrahim as. yang berusaha merobah dan memperbaiki keyakinan kaumnya dan raja Namrudz. Berita yang disampaikan Ibrahim as. disebut dengan naba’, karena apa yang disampaikannya sangat mengejutkan dan mengagetkan kaumnya, terlebih lagi raja Namrudz. Betapa tidak, keyakinan yang selama ini sudah berurat dan berakar dalam masyarakat Babil, tiba-tiba disalahkan dan digoyahkan, bahkan ingin dirobah Ibrahim. Hal itu pasti menimbulkan kegoncangan di tengah masyarakat.
Dalam surat an-Naba’ [78]: 2, Allah swt memakai kata naba’ untuk menyebutkan peristiwa kiamat. Kiamat disebutkan dengan naba’ karena kiamat adalah peristiwa yang sangat dahsyat, mengejutkan, mengagetkan bahkan membuat manusia tidak menyadari keadaan mereka masing-masing. Seperti yang disebutkan dalam surat al-hajj [22]: 1-2 , “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat) (1), (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya (2).”
Dalam surat an-Naml [27]: 22 Allah swt menggunakan kata naba’ untuk menceritkan kisah burung hud-hud yang membawa berita kepada Sulaiman as tentang keberadaan Negeri Saba’ yang makmur dan sejahtera, karena dipimpin oleh seorang ratu yang adil dan bijaksana. Berita yang dibawa burung hud-hud disebut naba’, karena berita tersebut sangat mengejutkan dan mencengangkan Sulaiaman as. Betapa tidak, ketika dominasi laki-laki terhadap perempuan begitu tingginya, tidak terbayangkan atau terfikirkan oleh Sulaiaman as. adanya seorang perempuan yang menjadi penguasa terhadap kerajaan besar dan mampu memberikan jaminan keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran kepada rakyatnya.
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan, bahwa betapa pemuda menjadi tonggak penentu perjalanan sejarah bangsa ini. Mulai dari ide nasionalisme yang muncul dari kalangan pemuda dan mereka juga yang mewujudkannya dalam bentuk organisasi kepemudaan yang puncaknya adalah Budi Utomo dan kemudian melahirkan sumpah pemuda. Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, merebutnya serta mempertahankanya kembali, adalah dilakukan oleh para pemuda bangsa ini. Tumbangnya rezim orde lama dan orde baru, juga dilakukan oleh para pemuda, begitulah seterusnya bahwa perjalanan suatu bangsa adalah ditentukan oleh para pemudanya.
Dari sekian banyak penggunaan kata naba’ dalam al-Qur’an, salah satunya Allah swt gunakan untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa, seperti yang disebutkan dalam surat al-Kahfi [18]: 13. Hal itu mengandung sebuah isyarat bahwa pemuda adalah kelompok elit dalam masyarakat yang selalu menciptakan berita-berita besar yang mengejutkan sekaligus mencengangkan. Para pemuda adalah orang yang selalu membuat sensasi dan gebrakan serta perubahan yang menggemparkan. Bahkan, para pemuda adalah kelompok yang selalu ditakuti oleh para penguasa, seperti yang terjadi dengan pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf). Itulah hakikat para pemuda, yang akan selalu menciptakan hal-hal-besar dan mengejutkan. Dan cerita itu akan selalu tercipta sepanjang masa sesuai bentuk pengungkapan Allah swt terhadap kata naqushshu (Kami ceritakan) yang diungkapkan dalam bentuk kata kerja masa kini dan akan datang serta berkelanjutan (fi’l al-mudhâri’). Akan tetapi, jika para pemuda suatu bangsa “diam seribu bahasa” melihat apa yang terjadi pada bangsanya, maka mereka bukanlah pemuda menurut al-Qur’an. Begitu juga, jika pemudanya tidak mampu menciptakan sesuatu yang besar bagi diri, masyarakat, dan bangsanya maka tentu mereka bukanlah pemuda seperti yang dimaksud al-Qur’an.
Oleh karena itu, selayaknya ayat ini menjadi renungan bagi setiap pemuda bangsa ini, untuk mengukur diri dan menjadi pendorong untuk berbuat yang terbaik bagi diri, masyarakat dan bangsa. Para pemuda harus selalu membuktikan diri, bahwa mereka memang kelompok terbaik dalam sebuah bangsa dikarenakan semangat, kekuatan dan kemampuan yang mereka miliki. Kalaupun kita, para pemuda belum mampu berbuat yang terbaik untuk masyarakat dan bangsa, paling tidak berbuat yang terbaik untuk diri sendiri. Seandainya belum mampu menyumbangkan yang terbaik bagi bangsa dan ikut menyelesaikan persoalan bangsa ini, minimal jangan hendaknya para pemuda menjadi beban dan masalah bagi bangsa dan negara. Tentu sangat memalukan, sekiranya negara ini sibuk mengurus para pemudanya yang komplit dengan segudang persoalan, karena ketidakmampuan mereka menyelesaiakan persoalan sendiri.

Jumat, 23 Oktober 2015

SHALAT JAMAK DAN QASHAR

Shalat Jamak dan Qashar bagi Musafir

Seorang musafir yang sedang dalam perjalanan jauh mendapat dispensasi (rukhsoh) dari Allah berupa keringanan dalam menjalankan shalat. Yaitu, ia dapat men-qashar dan menjamak shalatnya. Qashar adalah mengurangi rakaat shalat yang asalnya empat rakaat menjadi dua, misalnya shalat Dzuhur, Ashar dan Isya' dapat dilakukan dengan dua rokaat. Sedangkan shalat jamak adalah mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu misalnya shalat Dzuhur dan Ashar dilakukan di waktu Dzuhur atau Ashar atau Maghrib dan Isya dilakukan di waktu Maghrib atau Isya'. 

DAFTAR ISI
  1. Shalat Qashar
    1. Definisi Shalat Qashar
    2. Dalil Bolehnya Shalat Qashar
    3. Syarat Jarak Perjalanan Yang Boleh Shalat Qashar
    4. Waktu Mulai Dapat Melakukan Qashar
    5. Niat Shalat Qashar
    6. Tidak Boleh Shalat Qashar Apabila:
  2. Shalat Jamak Taqdim Dan Ta'khir
    1. Definisi Jamak Taqdim Dan Ta'khir
    2. Dalil Bolehnya Shalat Jamak
    3. Syarat Shalat Jamak Taqdim
    4. Niat Shalat Jamak Taqdim
    5. Shalat Jamak Ta'khir
    6. Syarat Shalat Jamak Ta'khir
    7. Niat Shalat Jamak Ta'khir
  3. Niat Shalat Jamak dan Qashar sekaligus

SHALAT QASHAR

Bagi seorang muslim yang sedang dalam perjalanan dengan jarak yang memenuhi syarat, maka ia boleh memendekkan shalatnya empat rakaat menjadi dua rakaat. Namun itu hanya pilihan. Ia bisa juga tetap melakukan shalat empat rakaat.

DEFINISI SHALAT QASHAR

Shalat qashar adalah shalat wajib empat rakaat yang dipendekkan menjadi dua rokaat. Shalat tersebut adalah shalat Dzuhur, Ashar dan Isya. 

DALIL BOLEHNYA SHALAT QASHAR

- QS An-Nisa 4:101

وإذا ضربتم في الأرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصلاة إن خفتم أن يفتنكم الذين كفروا
Artinya: Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. 

- Hadits sahih riwayat Bukhari:

أن ابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم، كانا يقْصُران ويُفْطران في أربعة بُرُد، وهي ستة عشر فرسخاً

Artinya: Bahwa Ibnu Umar dan Ibnu Abbas keduanya mengqashar shalat dan tidak puasa Ramadan pada jarak perjalanan empat burud yaitu 16 farsakh.

- Hadits sahih riwayat Muslim dari Ya'la bin Umayyah
يعلى بن أمية، قلت لعمر: ما لنا نقصر وقد أمنا؟ فقال: سألت رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم فقال: صدقة تصدق اللّه بها عليكم فاقبلوا صدقته

- Hadits sahih riwayat Bukhari Muslim (muttafaq alaih) dari Ibnu Umar
صحبت النبي صلى اللّه عليه وسلم، فكان لا يزيد في السفر على ركعتين، وأبو بكر، وعمر، وعثمان كذلك؛

- Dalam kitab hadits Muwatta' Malik I/313 dari Aslam

أن عمر بن الخطاب [ ص: 313 ] صلى للناس بمكة ركعتين فلما انصرف قال يا أهل مكة أتموا صلاتكم فإنا قوم سفر ثم صلى عمر ركعتين بمنى 113 ولم يبلغنا أنه قال لهم شيئا 

- Ijmak ulama fiqih atas bolehnya shalat qashar bagi musafir yang memenuhi syarat.

SYARAT JARAK PERJALANAN YANG BOLEH SHALAT QASHAR

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi musafir untuk dapat melakukan shalat qashar, yaitu:

- Jarak perjalanan mencapai 48 mil atau sekitar 78 km. 
- Niat safar. Maksudnya, harus ada niat yang jelas kemana arah perjalanan yang dituju.
- Perjalanan yang dibolehkan. Bukan perjalanan dosa (maksiyat). Orang yang bepergian dengan niat hendak mencuri, atau berzina, tidak boleh mengqashar shalat.

WAKTU MULAI DAPAT MELAKUKAN QASHAR

Seorang musafir dapat mulai melakukan shalat qashar setelah dia keluar dari dinding rumah. 

NIAT SHALAT QASHAR

Shalat Qashar Dhuhur: اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
Teks latin: Ushalli fardaz - Dzuhri qasran rokataini lillahi ta'ala
Artinya: Niat shalat fardhu dzuhur secara qashar dua rakaat karena Allah

Shalat Qashar Ashar: اُصَلِّى فَرْضَ العصر رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
Teks latin: Ushalli fardal Ashri qasran rokataini lillahi ta'ala
Artinya: Niat shalat fardhu Ashar secara qashar dua rakaat karena Allah

Shalat Qashar Isya: اُصَلِّى فَرْضَ العشاء رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
Teks latin: Ushalli fardal Isya'i qasran rokataini lillahi ta'ala
Artinya: Niat shalat fardhu Isya secara qashar dua rakaat karena Allah

Apabila qashar secara berjamaah, maka tinggal menambah kata "imaman" (sebagai imam) atau "makmuman" (sebagai makmum) sebelum kata "Lillahi Taala". 

TIDAK BOLEH SHALAT QASHAR APABILA:

- Apabila niat tinggal di tempat tujuan lebih dari empat hari secara sempurna selain pulang dan pergi-nya. Apabila niat tinggal di tempat yang dituju kurang dari 4 hari, atau tidak niat sama sekali maka ia boleh melakukan shalat qashar selama empat hari.

- Apabila sudah sampai ke tempat ia tinggal secara tetap.

SHALAT JAMAK TAQDIM DAN TA'KHIR

Seorang musafir juga diperbolehkan untuk melakukan shalat jamak, baik jamak taqdim atau jamak ta'khir. 


DEFINISI JAMAK TAQDIM DAN TA'KHIR

- Shalat jamak taqdim adalah mengumpulkan dua shalat fardhu di waktu yang pertama yakni zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya di waktu Dzuhur atau Maghrib. Dengan kata lain, shalat Ashar dilakukan di waktu Dzuhur, dan shalat Isya dilaksanakan di waktu Maghrib.

- Shalat jamak ta'khir adalah mengumpulkan dua shalat fardhu di waktu yang kedua yakni Dzuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya di waktu Ashar atau Isya. Jadi, shalat Dzuhur dilaksanakan di waktu Ashar, dan shalat Maghrib dilakukan di waktu Isya.


SYARAT SHALAT JAMAK TAQDIM 

- Perjalanan yang dilakukan harus mencapai jarak bolehnya Qashar yakni 4 burud atau 16 farsakh yang dalam ukuran sekarang sama dengan 78 km (pendapat lain: 80 atau 81 km) atau 48 mil.
- Harus tertib. Yakni, shalat dzuhur dulu baru shalat Ashar; shalat Maghrib dulu baru shalat Isya.
- Niat jamak di shalat yang pertama
- Muwalat (segera) antara dua shalat tidak ada aktifitas pemisah yang panjang.
- Dalam perjalanan. Kedua shalat dilakukan di tengah perjalanan. 


DALIL BOLEHNYA SHALAT JAMAK

- Hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih) dari Anas bin Malik:

عن أنس رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ارتحل قبل أن تزيغ الشمس أخّر الظهر إلى وقت العصر ثم نزل فجمع بينهما ، وإذا زاغت قبل أن يرتحل صلى الظهر ثم ركب . متفق عليه .

Artinya: Apabila Rasulullah melakukan perjalanan sebelum tergelincirnya matahari, maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur sampai waktu Ashar lalu turun (dari kendaraan) dan menjamak keduanya. Apabila matahari tergelincir sebelum melakukan perjalanan maka Nabi shalat Zhuhur lalu naik kendaraan (untuk berangkat).

- Hadis sahih riwayat Muslim dari Anas

إذا أراد أن يجمع بين الصلاتين في السفر أخر الظهر حتى يدخل أول وقت العصر ثم يجمع بينهما

Artinya: Apabila Nabi hendak menjamak di antara dua shalat di (tengah) perjalanan, maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur sampai masuk awal waktu Ashar lalu menjamak keduanya.

- Hadis sahih riwayat Muslim

إذا عَجِلَ عليه السفر يؤخر الظهر إلى أول وقت العصر فيجمع بينهما ، ويؤخر المغرب حتى يجمع بينها وبين العشاء حين يغيب الشفق 

Artinya: Apabila Nabi bergegas untuk melakukan perjalanan maka ia mengakhirkan shalat Zhuhur sampai waktu Ashar dan menjamak keduanya. Dan mengakhirkan shalat Maghrib sampai mengumpulkan (menjamak) antara Maghrib dan Isya ketika bayang-bayang merah sudah terbenam (tanda masuk waktu Isya).


NIAT SHALAT JAMAK TAQDIM

- Niat shalat jamak taqdim Dzuhur dengan Ashar: أصلي فرض الظهر جمع تقديم بالعصر فرضا لله تعالي
Teks latin: Ushalli fardaz-Dzuhri jam'a taqdimin bil Ashri fardan lillahi Ta'ala
Artinya: Saya niat shalat Dzuhur jamak dengan Ashar karena Allah

- Niat shalat jamak taqdim Maghrim dengan Isya: أصلي فرض المغرب جمع تقديم بالعشاء فرضا لله تعالي
Teks latin: Ushalli fardal Maghribi jam'a taqdimin bil Isya'i fardan lillahi Ta'ala
Artinya: Saya niat shalat Maghrib jamak dengan Isya karena Allah

Catatan: 
- Kalau shalat dilakukan secara berjamaah maka anda harus menambah kata "makmuman" (sebagai makmum) atau "imamam" (sebagai imam) sebelum kata "Lillahi Taala".
- Adapun shalat yang kedua, yakni shalat Ashar atau Isya, maka tidak perlu ada niat jamak taqdim.

SHALAT JAMAK TA'KHIR

- Sebagaimana disinggung di muka, shalat jamak ta'khir adalah mengumpulkan dua shalat fardhu pada waktu yang kedua. Yakni, melakukan shalat Dzuhur di waktu Ashar atau melaksanakan shalat Maghrib di waktu Isya'.

SYARAT SHALAT JAMAK TA'KHIR

- Perjalanan yang dilakukan harus mencapai jarak bolehnya Qashar yakni 4 burud atau 16 farsakh yang dalam ukuran sekarang sama dengan 78 km (pendapat lain: 80 atau 81 km) atau 48 mil.
- Niat shalat ta'khir di waktu yang pertama di luar shalat. Artinya, ketika musafir memutuskan hendak jamak ta'khir dan saat itu sudah masuk waktu dzuhur, maka ia harus niat untuk jamak ta'khir.
- Dalam perjalanan sampai selesainya kedua shalat.
- Dalam jamak ta'khir, tertib atau urut tidak wajib. Maka, boleh melakukan shalat Ashar atau dzuhur lebih dulu; atau mendahulukan maghrib atau isya. Ini berbeda dengan shalat jamak taqdim. Namun, tertib itu sunnah.

NIAT SHALAT JAMAK TA'KHIR

- Niat shalat jamak ta'khir Dzuhur dan Ashar: أصلي فرض الظهر جمع تأخير بالعصر فرضا لله تعالي
Teks latin: Ushalli faraz-Dzuhri jam'a ta'khirin bil Ashri fardan lillahi taala
Artinya: Saya niat shalat Dzuhur jamak ta'khir dengan Ashar karena Allah

- Niat shalat jamak ta'khir Maghrib dan Isya: أصلي فرض المغرب جمع تأخير بالعشاء فرضا لله تعالي
Teks latin: Ushalli fardal Maghribi jam'a ta'khirin bil Isya'i fardan lillahi taala
Artinya: Saya niat shalat Maghrib jamak ta'khir dengan Isya' karena Allah

Catatan: 
- Kalau shalat dilakukan secara berjamaah maka anda harus menambah kata "makmuman" (sebagai makmum) atau "imamam" (sebagai imam) sebelum kata "Lillahi Taala".
- Adapun shalat yang kedua, yakni shalat Ashar atau Isya, maka tidak perlu ada niat jamak ta'khir. 

NIAT SHALAT JAMAK DAN QASHAR

Seorang musafir dan melakukan shalat dengan niat Qashar dan Jamak sekaligus. Itu artinya, dua shalat dikumpulkan dalam satu waktu, sekaligus rokaatnya disingkat untuk yang asalnya empat rakaat seperti dzuhur, ashar dan isya.
Adapun niatnya sebagai berikut:

- Niat shalat qashar dan jamak taqdim: أصلي فرض الظهر جمع تقديم بالعصر قصرا ركعتين لله تعالي
- Niat shalat qashar dan jamak ta'khir: أصلي فرض الظهر جمع تأخير بالعصر قصرا ركعتين لله تعالي

Catatan: 
- Ganti kata Dzuhur dan Ashar dengan Maghrib dan Isya sesuai keperluan.
- Kalau berjamaah, anda harus menambah kata "makmuman" atau "imaman" sesuai posisi anda.

Referensi:
Rujukan tulisan ini diambil dari Quran, hadits dan sejumlah kitab kuning salaf madzhab Syafi'i antara lain:

- Al Jaziri dalam Al-Fiqh alal Mazahib Al Arbaah
- Imam Syafi'i dalam Al-Umm
- http://www.fatihsyuhud.org/2013/05/qashar-shalat-musafir-madzahib.html#1
- http://www.fatihsyuhud.org/2013/03/kitab-minhaj-at-talibin-nawawi.html
- http://www.fatihsyuhud.org/2013/02/fathul-qorib-syarah-taqrib.html
- http://www.fatihsyuhud.org/2013/03/kitab-fathul-muin-malibari-shafii.html
- http://www.fatihsyuhud.org/2013/04/kitab-zubad-fiqh-shafii.html